Personal meaning dianggap menjadi salah satu hal yang penting yang menggerakkan individu mencapai prestasi. Selain itu, Frankl (dalam Wiebe, 2001) memandang bahwa seseorang yang memiliki personal meaning yang positif (fulfillment of personal meaning) dalam kehidupan, berkontribusi kepada harapan dan optimisme dan menghargai terjadinya suatu masa buruk dalam siklus kehidupan.
Bilamana terjadi suatu kejadian atau peristiwa buruk, personal meaning diyakini dapat membantu memunculkan kebangkitan diri individu dari keadaan yang tidak diinginkan. Frankl (dalam Wiebe, 2001) berkeyakinan bahwa meaningfulness (kebermaknaan) dalam hidup, berhubungan dengan self esteem yang tinggi dan perilaku yang murah hati terhadap orang lain, sedangkan meaningless (ketidakbermaknaan) dalam hidup berasosiasi dengan ketidakpedulian atau melepaskan diri (diengagement).
Personal Meaning dalam beberapa perspektif
a. Perspektif Relativitas
Battista dan Almond (dalam Visser, 1973) melakukan penelitian terhadap berbagai teori personal meaning yang berbeda, dan menemukan bahwa meaning bagi setiap orang itu berbeda, dan pencapaian menemukan meaning itu sendiri unik bagi setiap orang. Toleransi Battista dan Almond terhadap sistem kepercayaan yang memunculkan struktur bagi perkembangan personal meaning adalah tanda penting dalam perspektif relativitas ini. Dalam penelitiannya tersebut, Battista dan Almond menemukan 4 hal yang biasa ditemukan yang berhubungan dengan personal meaning, yaitu ;
a. Perspektif Relativitas
Battista dan Almond (dalam Visser, 1973) melakukan penelitian terhadap berbagai teori personal meaning yang berbeda, dan menemukan bahwa meaning bagi setiap orang itu berbeda, dan pencapaian menemukan meaning itu sendiri unik bagi setiap orang. Toleransi Battista dan Almond terhadap sistem kepercayaan yang memunculkan struktur bagi perkembangan personal meaning adalah tanda penting dalam perspektif relativitas ini. Dalam penelitiannya tersebut, Battista dan Almond menemukan 4 hal yang biasa ditemukan yang berhubungan dengan personal meaning, yaitu ;
- Orang yang percaya bahwa hidupnya bermakna , secara positif pasti meyakini konsep-konsep tertentu, seperti humanistik, religiusitas, atau idiosyncratic yang berhubungan dengan makna kehidupan.
- Konsep meaning yang mereka yakini, memunculkan kekonsistensian mereka untuk mencapai arah dan tujuan hidup mereka.
- Orang yang percaya bahwa hidup mereka bermakna , entah hidup mereka sudah bermakna atau mereka yang masih berusaha mencapai tujuan hidupnya.
- Dalam proses mencapai tujuan hidup yang mereka buat, dalam diri seseorang , akan muncul perasaan signifikan pada diri mereka sendiri dan rasa bangga terhadap kehidupan mereka.
b. Perspektif Eksistensial
Personal meaning menurut perspektif eksistensialis didasarkan dari berbagai pemikiran filosofi, psikiatri dan psikolog. Sartre, Kierkegaard, dan Nietzche, di mana semuanya penganut eksistensialis yang sangat meyakini pengalaman seseorang, pada waktu dan situasi tertentu. (May & Yalom, 1995 dalam Wiebe,2001). Tujuan pokok Humanisme – Eksistensialis adalah keselamatan dan kesempurnaan manusia.
Personal meaning menurut perspektif eksistensialis didasarkan dari berbagai pemikiran filosofi, psikiatri dan psikolog. Sartre, Kierkegaard, dan Nietzche, di mana semuanya penganut eksistensialis yang sangat meyakini pengalaman seseorang, pada waktu dan situasi tertentu. (May & Yalom, 1995 dalam Wiebe,2001). Tujuan pokok Humanisme – Eksistensialis adalah keselamatan dan kesempurnaan manusia.
b.1. Perspektif Eksistensial Sartre
Pandangan Sartre mengenai Eksistensialisme sebagai Humanisme adalah ajaran yang menghargai kehidupan manusia, dan mengajarkan bahwa setiap kebenaran dan tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan subjektifitas manusia (Sartre dalam Soejadi, 2001 ). Sartre berpendapat bahwa manusia yang memiliki kebebasan, kemerdekaan, dan sebagai makhluk pribadi yang otonom. Sartre menghargai dan menjunjung tinggi eksistensi pribadi serta subjektifitas dalam kehidupan bersama. Kebebasan bagi Sartre adalah absolut, tidak ada batas lagi kebebasan selain batas yang ditentukan oleh kebebasan itu sendiri. Kebebasan sebagai arah dan tujuan hidup selaku manusia adalah kepribadian atau kedirian yang sifatnya sedemikian rupa sehingga orangnya bebas dari beraneka ragam alienasi yang menekannya, dan bebas pula untuk kehidupan yang utuh, tak tercela, berdikari dan kreatif. Selain itu, Sarte juga menekankan bahwa manusia harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilihnya. Menurutnya, manusia harus dipahami sebagai subjek otonom, memiliki keunikan dan kedudukan eksistensial. Individualitas dan personalitas manusia menjadi penting karenanya.
Pandangan Sartre mengenai Eksistensialisme sebagai Humanisme adalah ajaran yang menghargai kehidupan manusia, dan mengajarkan bahwa setiap kebenaran dan tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan subjektifitas manusia (Sartre dalam Soejadi, 2001 ). Sartre berpendapat bahwa manusia yang memiliki kebebasan, kemerdekaan, dan sebagai makhluk pribadi yang otonom. Sartre menghargai dan menjunjung tinggi eksistensi pribadi serta subjektifitas dalam kehidupan bersama. Kebebasan bagi Sartre adalah absolut, tidak ada batas lagi kebebasan selain batas yang ditentukan oleh kebebasan itu sendiri. Kebebasan sebagai arah dan tujuan hidup selaku manusia adalah kepribadian atau kedirian yang sifatnya sedemikian rupa sehingga orangnya bebas dari beraneka ragam alienasi yang menekannya, dan bebas pula untuk kehidupan yang utuh, tak tercela, berdikari dan kreatif. Selain itu, Sarte juga menekankan bahwa manusia harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilihnya. Menurutnya, manusia harus dipahami sebagai subjek otonom, memiliki keunikan dan kedudukan eksistensial. Individualitas dan personalitas manusia menjadi penting karenanya.
b.2. Perspektif Eksistensial Omoregbe
Omoregbe (dalam Soejadi, 2001) mengatakan implikasinya dalam sikap dan tindakan humanis, bahwa kebebasan manusia menurut Sartre memberikan dan membawa jalan keluar yang fundamental untuk mentransendensi atas dunia, menumbuhkan semangat keberanian manusia untuk berbuat lebih kreatif dan progresif dalam usaha meraih hidup yang lebih tinggi , memberi peluang kepada setiap pribadi manusia untuk mengembangkan diri.
Omoregbe (dalam Soejadi, 2001) mengatakan implikasinya dalam sikap dan tindakan humanis, bahwa kebebasan manusia menurut Sartre memberikan dan membawa jalan keluar yang fundamental untuk mentransendensi atas dunia, menumbuhkan semangat keberanian manusia untuk berbuat lebih kreatif dan progresif dalam usaha meraih hidup yang lebih tinggi , memberi peluang kepada setiap pribadi manusia untuk mengembangkan diri.
Definisi Meaning dan Personal Meaning
a. Definisi Meaning Menurut Maslow
Maslow (dalam Wiebe, 2001) mengatakan bahwa meaning dialami dari aktualisasi diri, individu yang termotivasi untuk mengetahui alasan atau maksud dari keberadaan dirinya. Ia juga mengatakan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhannya dari yang sederhana sampai kebutuhan yang kompleks. Aktualisasi diri adalah pencapaian suatu potensi terbesar dalam diri, menjadi yang terbaik yang dapat dilakukannya, dan mencapai tujuan hidup dirinya.
Maslow (dalam Wiebe, 2001) mengatakan bahwa meaning dialami dari aktualisasi diri, individu yang termotivasi untuk mengetahui alasan atau maksud dari keberadaan dirinya. Ia juga mengatakan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhannya dari yang sederhana sampai kebutuhan yang kompleks. Aktualisasi diri adalah pencapaian suatu potensi terbesar dalam diri, menjadi yang terbaik yang dapat dilakukannya, dan mencapai tujuan hidup dirinya.
b. Definisi Meaning Menurut Baumeister
Baumeister (1991), mengatakan bahwa meaning mengandung beberapa bagian kepercayaan yang saling berhubungan antara benda, kejadian dan hubungan. Baumeister menekankan bahwa meaning pada akhirnya memberikan arahan, intensi pada setiap individu, di mana perilaku menjadi memiliki tujuan , daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls.
Baumeister (1991), mengatakan bahwa meaning mengandung beberapa bagian kepercayaan yang saling berhubungan antara benda, kejadian dan hubungan. Baumeister menekankan bahwa meaning pada akhirnya memberikan arahan, intensi pada setiap individu, di mana perilaku menjadi memiliki tujuan , daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls.
c. Definisi Meaning Menurut Frankl
Frankl (dalam Wiebe, 2001) mengkonsepkan meaning sebagai pengalaman dalam merespon tuntutan dalam kehidupan, menjelajahi dan meyakini adanya tugas unik dalam kehidupannya, dan membiarkan dirinya mengalami atau yakin pada keseluruhan meaning. Frankl yakin bahwa setiap individu memiliki kapasitas untuk melawan lingkungan luar yang sulit, menahan dorongan fisik maupun psikologis untuk masuk ke dalam dimensi baru dari eksistensi diri. Dimensi baru ini adalah hal-hal mengenai meaning, dan meliputi dorongan untuk menjadi signifikan dan bernilai dalam kehidupan.
Frankl (dalam Wiebe, 2001) mengkonsepkan meaning sebagai pengalaman dalam merespon tuntutan dalam kehidupan, menjelajahi dan meyakini adanya tugas unik dalam kehidupannya, dan membiarkan dirinya mengalami atau yakin pada keseluruhan meaning. Frankl yakin bahwa setiap individu memiliki kapasitas untuk melawan lingkungan luar yang sulit, menahan dorongan fisik maupun psikologis untuk masuk ke dalam dimensi baru dari eksistensi diri. Dimensi baru ini adalah hal-hal mengenai meaning, dan meliputi dorongan untuk menjadi signifikan dan bernilai dalam kehidupan.
Frankl dalam logoterapinya, menyebutkan tiga asumsi. Asumsi pertama, kehidupan memiliki meaning yang sangat luas, termasuk hal yang paling menyakitkan atau tidak ada harapan (kebebasan berkehendak). Kedua, bahwa orang yang dilengkapi “will to meaning” sejak lahir , yang tidak mengejar kekuasaan atau kesenangan, tetapi untuk menemukan meaning dan tujuan hidupnya (motivation for living atau kehendak untuk hidup bermakna). Ketiga, Frankl mempercayai bahwa orang memiliki kebebasan untuk menemukan personal meaning dalam berbagai situasi (makna hidup), entah melalui aktivitas, pengalaman atau sikap yang bermakna.
d. Definisi Personal Meaning Menurut Reker
Menurut Reker, personal meaning adalah memiliki tujuan hidup, memiliki arah, rasa memiliki kewajiban dan alasan untuk ada (eksis), identitas diri yang jelas dan kesadaran sosial yang tinggi.
Menurut Reker, personal meaning adalah memiliki tujuan hidup, memiliki arah, rasa memiliki kewajiban dan alasan untuk ada (eksis), identitas diri yang jelas dan kesadaran sosial yang tinggi.
“Personal meaning is defined as having a purpose in life, having a sense of direction, a sense of order and a reason for existence, a clear sense of personal identity, and a greater social consciousness.”
(Reker, 1994; Reker & Butler, 1990; Reker et al., 1987; Zika & Chamberlain, 1992)
(Reker, 1994; Reker & Butler, 1990; Reker et al., 1987; Zika & Chamberlain, 1992)
Definisi personal meaning menurut Reker dapat melengkapi komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna yang diutarakan Bastaman (1996), yaitu ;
- Pemahaman diri ( self insight); Meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik
- Makna hidup ( meaning of life); adalah nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan sebagai pengarah kegiatannya
- Pengubahan sikap ( attitude change); Adalah suatu proses dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup atau musibah.
- Keikatan diri (self commitment); Adalah munculnya suatu komitmen seseorang yang ditandai dengan semakin terikat dengan makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan
- Kegiatan terarah (directed activity); Adalah upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif, serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.
- Dukungan sosial (social support); Adalah hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan.
Hal-hal pokok yang saling melengkapi di antara keduanya, yaitu ;
- Tujuan hidup yang dimaksud oleh Reker (1997), dapat dianggap sama dengan makna hidup yang dimaksud Bastaman (1996). Tujuan dan makna hidup, sama-sama memiliki peran sebagai arah individu tersebut dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
- Sebelum memiliki tujuan dan makna hidup, individu akan melalui tahap pemahaman diri , yaitu proses pencarian dan penyadaran atas keadaan diri yang menghasilkan suatu tujuan atau makna hidup individu tersebut. Tahap pemahaman diri ini dapat diartikan sama dengan identitas yang jelas pada definisi personal meaning Reker (1997).
- Setelahnya, individu akan melalui tahapan pengubahan sikap, suatu proses penyadaran yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah. Hal ini didorong pula oleh rasa memiliki kewajiban dan alasan untuk ada (eksis) pada individu tersebut.
- Kemudian, individu akan melalui tahapan keikatan diri terhadap tujuan dan makna hidupnya.
- Individu akan masuk ke tahap kegiatan terarah, yaitu melakukan upaya pencapaian tujuan danmakna hidup. Pada tahap ini individu telah memiliki arah yang jelas dan nyata, yang dapat dilakukan dalam usahanya mencapai tujuan dan makna hidup.
- Komponen dukungan sosial yang diungkapkan Bastaman (1996), merupakan komponen pelengkap yang berperan penting dalam pencapaian tujuan dan makna hidup atau personal meaning individu. Sedangkan kesadaran sosial yang tinggi dapat dianggap sebagai komponen pendukung atau hasil dari pencapaian tujuan dan makna hidup individu.
Dimensi Meaning
Reker dan Wong (dalam Reker&Chamberlain, 2000) melakukan kolaborasi teori, yang menghasilkan 4 dimensi meaning. Empat dimensi meaning tersebut berhubungan dengan 1) bagaimana meaning dialami (structural components), 2) isi dari pengalaman (sources of meaning), 3) perbedaan bagaimana meaning dialami (breadth), dan 4) kualitas pengalaman bermakna (depth).
Reker dan Wong (dalam Reker&Chamberlain, 2000) melakukan kolaborasi teori, yang menghasilkan 4 dimensi meaning. Empat dimensi meaning tersebut berhubungan dengan 1) bagaimana meaning dialami (structural components), 2) isi dari pengalaman (sources of meaning), 3) perbedaan bagaimana meaning dialami (breadth), dan 4) kualitas pengalaman bermakna (depth).
a. Structural components
Komponen struktural ini menjelaskan bagaimana meaning dialami oleh seseorang, yang terdiri dari komponen kognitif, motivasional, dan afektif, serta dan komponen personal dan sosial.
Komponen struktural ini menjelaskan bagaimana meaning dialami oleh seseorang, yang terdiri dari komponen kognitif, motivasional, dan afektif, serta dan komponen personal dan sosial.
Komponen Kognitif
Diartikan sebagai sistem keyakinan individu dan pandangan menyeluruh yang telah terbangun dalam konteks budaya yang spesifik dan dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan individu yang unik. Umumnya, pertanyaan-pertanyaan fundamental yang dipengaruhi komponen kognitif adalah ”Apa yang saya lakukan dalam kehidupan ini bernilai?” atau ” Apa yang membuat kehidupan menjadi berarti?”. Oleh karena itu, komponen kognitif menjadi bagian dari pemberian makna pada suatu pengalaman hidup. Individu tidak hanya memberi makna dari sistem kepercayaan atau pandangan masyarakat , tetapi juga mencari pengertian eksistensial melalui nilai dan tujuan dari kejadian atau pengalaman hidup, lingkungan atau kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Komponen Motivasional
Adalah sistem nilai yang dibangun pada setiap individu. Nilai, adalah pedoman kehidupan, yang mengarahkan apa tujuan yang harus dicapai oleh seseorang, dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Nilai ditentukan oleh kebutuhan individu, kepercayaan dan masyarakat. Proses untuk mencapai tujuan tertentu dan pencapaian mereka, meningkatkan sense of purpose dan meaning pada satu eksistensi. Komponen motivasional melihat personal meaning sebagai sifat dasar kognitif dan perilaku, secara konsisten mengejar tujuannya dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang menurutnya berguna. Komponen ini paling penting untuk menjaga individu agar tetap bertahan , dalam menghadapi atau melalui rintangan, atau pengalaman traumatis yang ekstrem.
Komponen Afektif
Komponen ini terdiri dari rasa puas (satisfaction) dan pemenuhan atau perasaan terpenuhi (fulfillment) individu yang didapat dari pengalaman-pengalaman dan keberhasilan mencapai tujuan individu tersebut. Perasaan terpenuhi merupakan hasil dari cara berpikir yang positif dalam kehidupan. Walaupun, perjuangan untuk mencapai kebahagiaan belum tentu menghasilkan rasa makna diri yang besar, bagaimanapun juga rasa makna diri tersebut akan memberikan rasa puas pada individu yang berjuang tersebut.
Reker dan Wong (dalam Reker&Chamberlain, 2000) mengatakan bahwa ketiga komponen di atas tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian yang dilakukan Ranst dan Marcoen (dalam Reker&Chamberlain, 2001) ditemukan bahwa komponen motivasional dan komponen afektif mempengaruhi komponen kognitif, sedangkan komponen motivasional tidak saling berpengaruh dengan komponen afektif.
Reker dan Wong (dalam Reker&Chamberlain, 2000) mengatakan bahwa ketiga komponen di atas tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian yang dilakukan Ranst dan Marcoen (dalam Reker&Chamberlain, 2001) ditemukan bahwa komponen motivasional dan komponen afektif mempengaruhi komponen kognitif, sedangkan komponen motivasional tidak saling berpengaruh dengan komponen afektif.
Komponen Personal dan Sosial (Preconditions of meaning )
Preconditions of meaning terdiri dari hubungan sosial dan kualifikasi personal. Komponen sosial terdiri dari hubungan personal, cinta dan empati. Komponen personal terdiri dari kualitas unik pada individual, atribut personal (seperti menjadi kreatif, fleksibel, adaptif, intelektual, memiliki rasa ingin tahu, dan bertanggung jawab), yang mempengaruhi personal meaning. Komponen sosial dan personal berperan sebagai preconditions of meaning dengan mengidentifikasi, individu yang seperti apa yang hendak mencari meaning.
b. Sources of meaning (sumber meaning)
Sumber meaning dimaksudkan dengan isi area-area yang berbeda atau tema personal dari mana meaning dialami. Darimana meaning berasal? Nilai dan kepercayaan adalan landasan kuat dari sumber meaning. Nilai didefiniskan sebagai konstruk yang melebihi situasi spesifik dan nilai lebih disukai secara personal dan sosial. Nilai tergabung dengan modes of conduct (nilai instrumental) dan tujuan hidup (nilai terminal) dan mendorong untuk melakukan tindakan (Rokeach dalam Reker dan Chamberlain, 2000). Nilai akan terefleksikan dari jawaban individu ketika ditanyakan mengenai area dari kehidupan mereka, dari mana meaning berasal.
Sumber meaning dimaksudkan dengan isi area-area yang berbeda atau tema personal dari mana meaning dialami. Darimana meaning berasal? Nilai dan kepercayaan adalan landasan kuat dari sumber meaning. Nilai didefiniskan sebagai konstruk yang melebihi situasi spesifik dan nilai lebih disukai secara personal dan sosial. Nilai tergabung dengan modes of conduct (nilai instrumental) dan tujuan hidup (nilai terminal) dan mendorong untuk melakukan tindakan (Rokeach dalam Reker dan Chamberlain, 2000). Nilai akan terefleksikan dari jawaban individu ketika ditanyakan mengenai area dari kehidupan mereka, dari mana meaning berasal.
Di samping itu, berdasarkan berbagai penelitian secara kuantitatif maupun kualitatif, ditemukan bahwa meaning dapat berasal dari sumber-sumber yang luas dan spesifik, seperti budaya dan latar belakang etnis, sosial demografis dan tahap perkembangan (Devogler, et al dalam Reker dan Chamberlain, 2000).
Perbandingan Teori Sumber Meaning Frankl, Wong dan Reker
Sumber meaning menurut FRANKL (dalam Wiebe, 2001) | Sumber meaning menurut WONG (dalam Wiebe, 2001) | Sumber meaning menurut REKER (dalam Reker & Chamberlain, 2000) |
Sumber meaning terdiri dari 3 sumber nilai, yaitu ; 1. Nilai Kreatif ; apa yang dapat diberikan individu untuk dunia, misalnya kesuksesan pribadi, perilaku menolong, dan sebagainya 2. Nilai Sikap (attitude); bagaimana cara individu menghadapi situasi yang tidak dapat diubah. Penerimaan terhadap situasi ini, seburuk apapun situasi atau keadaannya, disebut dengan self-transcendence. 3. Nilai Pengalaman ; pengalaman langsung di dunia , baik yang buruk ataupun yang baik. |
|
|
c. Breadth of meaning
Breadth of meaning adalah kecenderungan individu untuk mengalami atau memperoleh meaning dari beberapa sumber yang berbeda. DeVogler-Ebersole dan Ebersole (dalam Reker dan Chamberlain, 2000) menyatakan bahwa pada umumnya individu memperoleh meaning dari berbagai sumber , dan hanya sedikit individu yang hanya memperoleh meaning dari satu sumber. Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000) menyatakan bahwa individual 1) akan mengalami meaning dari beberapa sumber yang berbeda, dan 2) semakin banyak sumber meaning yang dimiliki, maka akan mengarahkan individu tersebut ke rasa pemenuhan (fulfillment) yang lebih besar.
Breadth of meaning adalah kecenderungan individu untuk mengalami atau memperoleh meaning dari beberapa sumber yang berbeda. DeVogler-Ebersole dan Ebersole (dalam Reker dan Chamberlain, 2000) menyatakan bahwa pada umumnya individu memperoleh meaning dari berbagai sumber , dan hanya sedikit individu yang hanya memperoleh meaning dari satu sumber. Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000) menyatakan bahwa individual 1) akan mengalami meaning dari beberapa sumber yang berbeda, dan 2) semakin banyak sumber meaning yang dimiliki, maka akan mengarahkan individu tersebut ke rasa pemenuhan (fulfillment) yang lebih besar.
d. Depth of meaning
Depth of meaning menunjukkan kualitas dari pengalaman meaning individu. Apakah pengalaman meaning individu tersebut dangkal, dalam, atau hanya sebagian. Menurut Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), terdapat empat (4) level depth yang menunjukkan tingkat meaning yang dialami individu. Keempat level depth ini dikategorikan menjadi ; self-preoccupation dengan kesenangan dan kenyamanan (level 1), pengabdian waktu dan tenaga untuk mewujudkan potensi diri (level 2), pelayanan bagi orang lain dan komitmen terhadap lingkup sosial yang lebih luas , atau alasan politis (level 3), dan nilai yang menyenangkan yang melebihi arti individu dan meliputi alam semesta, dan tujuan akhir kehidupan (level 4). Namun, O’Connor dan Chamberlain (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), menemukan kesulitan melakukan prosedur dalam menentukan levels of depth seseorang sesuai dengan kriteria depth of meaning yang dipaparkan Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000). Kesulitan prosedur yang dihadapi adalah adanya hubungan yang tidak setara antara sumber kategori meaning dan levels of depth. Misalnya, sumber kategori meaning yang dimiliki seseorang hanya melayani orang lain, dengan demikian apakah individu ini dapat langsung dimasukkan ke dalam level tiga (3) ? Menurut O’Connor dan Chamberlain (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), depth merupakan dimensi yang penting untuk menggamarkan personal meaning seseorang, namun O’Connor dan Chamberlain menyatakan bahwa masih diperlukan konsep depth of meaning yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini depth of meaning tidak akan digali mengingat masih terjadi perdebatan konsep depth of meaning ini, untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam mengintepretasi dan menganalisis data.
Depth of meaning menunjukkan kualitas dari pengalaman meaning individu. Apakah pengalaman meaning individu tersebut dangkal, dalam, atau hanya sebagian. Menurut Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), terdapat empat (4) level depth yang menunjukkan tingkat meaning yang dialami individu. Keempat level depth ini dikategorikan menjadi ; self-preoccupation dengan kesenangan dan kenyamanan (level 1), pengabdian waktu dan tenaga untuk mewujudkan potensi diri (level 2), pelayanan bagi orang lain dan komitmen terhadap lingkup sosial yang lebih luas , atau alasan politis (level 3), dan nilai yang menyenangkan yang melebihi arti individu dan meliputi alam semesta, dan tujuan akhir kehidupan (level 4). Namun, O’Connor dan Chamberlain (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), menemukan kesulitan melakukan prosedur dalam menentukan levels of depth seseorang sesuai dengan kriteria depth of meaning yang dipaparkan Reker dan Wong (dalam Reker dan Chamberlain, 2000). Kesulitan prosedur yang dihadapi adalah adanya hubungan yang tidak setara antara sumber kategori meaning dan levels of depth. Misalnya, sumber kategori meaning yang dimiliki seseorang hanya melayani orang lain, dengan demikian apakah individu ini dapat langsung dimasukkan ke dalam level tiga (3) ? Menurut O’Connor dan Chamberlain (dalam Reker dan Chamberlain, 2000), depth merupakan dimensi yang penting untuk menggamarkan personal meaning seseorang, namun O’Connor dan Chamberlain menyatakan bahwa masih diperlukan konsep depth of meaning yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini depth of meaning tidak akan digali mengingat masih terjadi perdebatan konsep depth of meaning ini, untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam mengintepretasi dan menganalisis data.
Proses penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna atau Penemuan Personal Meaning
Bastaman (1996) melihat proses makna hidup seseorang dalam suatu proses yang merupakan urutan pengalaman dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna, atau berdasarkan definisi Reker disebut proses penemuan personal meaning.
Bastaman (1996) melihat proses makna hidup seseorang dalam suatu proses yang merupakan urutan pengalaman dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna, atau berdasarkan definisi Reker disebut proses penemuan personal meaning.
Lukas (1986) , melihat ada dua bagian besar antara individu yang telah menemukan personal meaning dan individu yang masih mencari personal meaning. Individu yang belum menemukan personal meaning dapat dibedakan mejadi dua bagian lagi yaitu individu yang berhenti dan terperangkap (stuck) dalam pencarian mereka (people in doubt), dan individu yang masih aktif mencari personal meaning nya. Sedangkan individu yang telah menemukan personal meaning juga dibagi menjadi dua, yaitu individu yang memiliki sistem nilai piramidal (people in despair) dan individu yang memiliki sistem nilai paralel.
Kratochvil (dalam Lukas, 1986) mengungkapkan, individu yang memiliki sistem nilai piramidal adalah individu yang hanya memiliki satu nilai besar dalam hidupnya di atas nilai-nilai kehidupannya yang lain. Sedangkan individu yang memiliki sistem nilai paralel adalah individu yang memiliki beberapa nilai yang sama-sama kuat dalam kehidupannya, semua nilai yang dimilikinya sama berartinya.
Kratochvil (dalam Lukas, 1986) mengungkapkan, individu yang memiliki sistem nilai piramidal adalah individu yang hanya memiliki satu nilai besar dalam hidupnya di atas nilai-nilai kehidupannya yang lain. Sedangkan individu yang memiliki sistem nilai paralel adalah individu yang memiliki beberapa nilai yang sama-sama kuat dalam kehidupannya, semua nilai yang dimilikinya sama berartinya.
Kratochvil (dalam Lukas, 1986) juga menegaskan bahwa individu yang memiliki sistem nilai paralel, umumnya lebih sehat dan stabil daripada individu yang memiliki sistem nilai piramidal. Ada dua alasan yang mendasari pemikiran Kratochvil ini, yaitu ;
- Individu yang memiliki sistem nilai paralel lebih mudah menggantikan (replace) nilai miliknya yang hilang. Misalnya, seorang ibu yang berhenti berkarir, masih memiliki prestasi lain di kegiatan sosial dan kesibukan dalam rumah tangganya. Sedangkan individu dengan sistem nilai piramidal, konsep keseluruhan hidupnya mudah dikacaukan (shambles).
- Umumnya, individu yang hanya memegang satu nilai tertinggi, cenderung fanatik atau tidak dapat bertoleransi terhadap suatu situasi kehidupan. Misalnya, seorang ibu yang hidup hanya untuk anaknya, sulit untuk memahami perilaku ibu-ibu lain yang dapat menitipkan anaknya untuk pergi bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Bastaman, H. D, (1996). Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta : Paramadina
Baumeister, R. F., (1991). Meanings of Life. New York : Guilford Press
Bourne Jr, L.E. & Ekstrand, B.R., (1973). Psychology : It’s Principles & Meanings. Illinois: Dryden Press
Frankl, V.E., (2006). Man’s Search for Meaning. Boston : Beacon Press
Lukas, E. (1986). Meaningful Living : A Logotherapy Guide to Health. (tanpa kota penerbit dan nama penerbit)
Lukas, E. (1986). Meaningful Living : A Logotherapy Guide to Health. (tanpa kota penerbit dan nama penerbit)
Ranst, N.V. & Marcoen, A. (t,th). Structural Components of Personal Meaning in Life and Their Relationship with Death Attitudes and Coping Mechanisms in Late Adulthood. California : Sage Publication
Reker, G. T., & Chamberlain, K., (2000). Exploring Existential Meaning : Optimizing Human Development Across the Life Span. California : Sage Publication
Reker, G.T. (1997). Personal meaning, optimism, and choice: Existential predictors of depression in community and institutional elderly. Vol.37, Iss. 6; pg. 709, 8 pgs. Diakses pada 4 September 2006, dari www.proquest.com
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius
Siswanto, D. (2001). Humanisme Eksistensial Jean-Paul Sartre. Yogyakarta : Philosophy Press
Wiebe, R.L. (2001). The Influence of Personal Meaning on Vicarious Traumatization in the Rapists. [Versi elektronik]. Diakses pada 27 Maret 2007 dari www.twu.ca/cpsy/Documents/Theses/Rhonda%20Wiebe%20Thesis.pdf
Visser,W.( 2005). Sources of Meaning in the Life, Work and Careers of Corporate Sustainability Managers in South Africa. Diakses pada 18 September 2006 dari www.waynevisser.com/meaning_sustainability_jan05.htm
0 comments:
Post a Comment