Friday, May 27, 2011

Bagaimana Mendapatkan Gelar Ph.D dengan bersumber Al-Quran?

Bagaimana Mendapatkan Gelar Ph.D dengan bersumber Al-Quran?[i]
Kita ketahui bersama bahwa gelar Ph.D. atau PhD atau bahasa latinnya philosophiæ doctor
adalah gelar bergengsi dan gelar tertinggi yang bisa di dapatkan oleh manusia yang diberikan manusia (tentunya selain gelar alm.). Yang artinya adalah Guru Filosofi atau filsuf atau juga sering dengan julukan Dr.Phil. Banyak universitas yang menambahkan program kelulusan master ini. Namun di Indonesia tentu merupakan suatu hal yang sulit di dapatkan.
Seorang kandidat untuk mendapatkan gelar Ph.D. haruslah mengajukan desertasi atau thesis yang merupakan bidang ilmu yang sangat dikuasainya dan kandidat tersebut harus membela thesisnya dihadapan para penguji. Para penguji biasanya memberikan beberapa pertanyaan, yang diharapkan jawaban yang didapat adalah sesuatu hal yang baru bagi ilmu pengetahuan dan dapat diterima dan dapat dipertanggung jawabkan. Dan pertanyaannya bukanlah sesuatu hal yang mudah bahkan sangat sulit untuk diketemukan jawabannya, butuh biaya minimal Rp 20 juta dan bereksperimen dari 3 – 5 tahun untuk mendapatkan jawabannya dari pertanyaan yang diajukan tersebut.[ii]
Terkadang dari kalangan akademisi muslim maupun non-muslim banyak yang ragu atau malu mengutip ayat ayat dari Al-Quran untuk mendukung penelitiannya. Jangankan untuk mendapat gelar Phd untuk gelar D3 S1 S2 tidak banyak yang berani mengutip penelitiannya lewat Al-Quran. Karena dianggap tendensius agama tertentu dibandingkan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Namun pendapat ini telah digugurkan oleh penelitian yang dilakukan oleh DR.Zaid Kasim Mohammad Ghazzawi. Bahwa suatu keniscayaan mengutip Al-Quran sebagai bahan penelitian di bidang yang dikuasainya.
Pengalaman mendapatkan gelar Ph.D dengan bersumber inspirasi jawaban dari Al-Quran ini dialami oleh DR.Zaid Kasim Mohammad Ghazzawi[iii] dalam penelitiannya untuk mendapatkan gelar Ph.D di Britain. Beliau adalah ahli dalam bidang ilmu BioMekanik. Zaid Kasim menunjukkan betapa Allah SWT membimbingnya untuk mendapatkan jawabannya dalam Al-Quran dalam beberapa menit dibandingkan bertahun tahun lamanya mencari ilmunya dari orang lain.
Pertanyaannya untuk gelar Ph.D nya adalah :
“Apakah muatan dasar dari tulang manusia?”
Sepertinya pertanyaan ini adalah untuk menemukan bahan dasar dari tulang manusia semenjak tulang memiliki fungsi pergerakan dan fungsi psikologis (figur 1) dan sepertinya ada struktur ketika bahan dasar tulang itu terbentuk dari 3 muatan yaitu : Kompresi (tekanan), tensi (tegangan), atau bending (bengkokan) (figur 2). Jadi bahan muatan yang manakah dari ketiga bahan tersebut yang ada di tulang ketika terjadi pergerakan?


Munculnya pemikiran tentang struktur mesin tulang manusia dimulai sejak abad 1900 (lebih dari 100 tahun dari sekarang) dan belum ada pernyataan dan jawaban resmi hasil penelitian dari pertanyaan tersebut di atas. Padahal jawaban untuk pertanyaan tersebut di atas adalah sangat penting dalam kepentingan bidang system prosthetic, sehingga jika telah diketahui tulang manusia termuat bahan tertentu, maka bagian prosthetic tulang bisa didesain untuk mengoptimalkan muatan tulang tersebut sehingga bisa meningkatkan kekuatan tulang setelah dilakukan implant dan meminimalisir dari risiko kerusakan tulang.

Jawabannya telah ada di abad 14 yang lalu (lebih dari 500 tahun dari sekarang) dari Al-Quran :
Allah SWT Yang Maha Pengampun memberitahukan beliau tentang jawaban dari pertanyaan yang telah eksis 100 tahun yang belum ada jawaban tersebut. Beliau dalam waktu beberapa menit sebelumnya memulai dari mengambil dua ayat dalam Al-Quran dengan sangat hati hati. Seperti dalam surat Ar-Rahman ke 55 ayat ke 14 yang menyatakan :
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”
Yang demikian jika kita mengambil pengertian secara hati hati dari ayat ini dan tidak melulu sekedar menceritakan tentang bahwa Allah SWT mengajarkan kepada kita bahwa Dia membuat kita dari bahan materi tanah (Dalam hal ini seperti Materi bahan tanah Keramik ) yang menjadi bahan dasar pembuatan tembikar dan oleh karena itu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tulang manusia terbuat dari bahan dasar tanah keramik. Kesimpulan ini telah dibuktikan dengan eksperimen seperti dalam figur 4.

Figur 4 : Kesamaan yang sempurna dari proses respon tulang dan proses respon keramik.
Seperti terlihat dalam figur 4, bahwa proses respon tulang untuk menjadi tulang kuat sangat indentik dengan proses respon bahan keramik untuk menjadi keramik yang kuat. Sekarang sebuah materi keramik bisa menjadi pokok pembelajaran dalam bahan tekanan proses kompresi, tensile, flexural dan pertanyaan sebelumnya tersebut yang masih menyisakan pertanyaan yang belum terjawab yaitu:
“Dari ketiga proses tekanan tersebut, manakah yang berada di tulang manusia?”
Dan jawaban untuk pertanyaan ini juga terdapat di dalam Al-Quran dalam Surat :At-Tin 95:4 yang menyatakan :
“Sungguh , kami menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya”
Sepertinya Allah SWT ingin mengajarkan kita bahwa Dia menciptakan manusia dalam keadaan yang paling optimal dengan maksud bahwa tulang manusia dibentuk dengan proses yang paling optimal atau maksimal yang menunjukkan tingkat kekakuan dan kekuatan maksimal, Kemudian dengan mengetahui bahwa keramik juga merupakan hasil kompress bahan tanah dengan tingkat kekakuan dan kekuatan maksimal, maka dari itu kita bisa menyimpulkan bahwa bahan pembentuk tulang adalah dengan kompress.Dan inilah jawaban dari pertanyaan tersebut yang lama dinanti nantikan di dunia science selama 100 tahun.
Lebih lanjut lagi dengan modelling Komputer :
Dengan bimbingan Allah SWT untuk menunjukkan bahwa bahan tulang manusia telah terkompress, beliau membuat modelling komputer tulang rahang bawah manusia.

Setelah membuat model tulang rahang manusia seperti dalam figur 5, beliau menambahkan otot otot dan kekuatan lainnya secara menyeluruh dalam gerakan mengunyah seperti dalam figur 6 :

Setelah langkah modelling dan mengunyah dalam figur 6, komputer telah mengkalkulasikan tekanan secara umum di dalam model tulang rahang tersebut dan hasilnya bisa dilihat dalam figur 7 yang menunjukkan bahwa tekanan di dalam tulang adalah tekanan kompress, yang sangat tepat ditarik kesimpulannya dengan Al-Quran.

Hal ini menunjukkan wahai sister brother, bagaimana Allah SWT mengajarkan kita semua tentang segala hal melalui Al-Quran yang merupakan suatu kebanggaan dan kehormatan bagi mereka yang meyakini. Banyak orang berbicara adanya Gap ilmu pengetahuan antara kaum muslimin dan kaum barat, namun demikian, kita bisa melihat dalam artikel ini bahwa Allah SWT tidak saja menghilangkan Gap tersebut tapi juga memberikan pembelajaran dari orang orang yang yakin kepada yang lainnya. Dan alasan mengapa kaum muslimin sekarang di dalam dunia keterbelakangan adalah karena mereka meninggalkan Al-Quran ke padang pasir.
Tentu saja Allah SWT juga menginginkan bahwa dengan adanya ilmu pengetahuan ini diharapkan dapat menarik perhatian bagi mereka yang ragu tentang Al-Quran dan jalan lurusNYA. Ini seperti ketika orang-orang non muslim menemukan dirinya belajar tentang ilmu permesinan dan semua cabang ilmu pengetahuan dari Al-Quran dan kemudian mereka akan menemukan kebahagiaan di dalam kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya. Dan ini menunjukkan kebenaran firman Allah SWT dalam ayat 53 surat ke 41 (Fussilat) yang menyatakan :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Tujuh Kebiasaan (model guru manajemen dan kepemimpinan)

Tujuh Kebiasaan model guru manajemen dan kepemimpinan Stephen Covey adalah sebuah teori yang berlaku untuk kehidupan pribadi kita, kehidupan sosial kita dan hidup kita bekerja. Namun kerangka Tujuh Kebiasaan sangat berlaku bagi para pemimpin dan manajer. Menurut Covey, paradigma kita mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, yang pada gilirannya mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan kami. Oleh karena itu Covey berpendapat bahwa setiap program self-help yang efektif harus dimulai dengan pendekatan "inside-out", daripada melihat ke arah masalah kita sebagai "berada di luar sana" (sebuah luar-dalam pendekatan). Kita harus mulai dengan memeriksa karakter kita sendiri, paradigma, dan motif. Tujuh Kebiasaan Covey

   
1. Jadilah proaktif. Ini adalah kemampuan untuk mengendalikan lingkungannya, bukan sebaliknya, sebagaimana yang sering terjadi. Manajer perlu untuk mengendalikan lingkungan mereka sendiri, dengan menggunakan penentuan nasib sendiri dan kemampuan untuk menanggapi berbagai keadaan.
   
2. Mulailah dengan akhir dalam pikiran. Ini berarti bahwa manajer harus mampu melihat hasil yang diinginkan, dan untuk berkonsentrasi pada kegiatan yang membantu untuk mencapai tujuan itu.
   
3. Pasang pertama hal pertama. Seorang manajer harus mengelola orang sendiri. Pribadi. Dan manajer harus melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kebiasaan kedua. Covey mengatakan bahwa kebiasaan 2. adalah penciptaan pertama, atau mental, kebiasaan 3 adalah ciptaan kedua, atau fisik.
   
4. Berpikir menang-menang. Ini adalah aspek yang paling penting dari kepemimpinan interpersonal, karena prestasi yang paling didasarkan pada usaha bersama. Oleh karena itu tujuan harus win-win solution untuk semua.
   
5. Carilah pertama untuk memahami dan kemudian untuk dipahami. Dengan mengembangkan dan mempertahankan hubungan positif melalui komunikasi yang baik, manajer dipahami oleh orang lain, dan dia bisa memahami bawahan.
   
6. Bersinergi. Ini adalah kebiasaan kerjasama kreatif: prinsip yang bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan sering mencapai lebih, daripada yang dapat dicapai oleh individu bekerja secara independen.
   
7. Mempertajam melihat. Kita harus belajar dari pengalaman kami sebelumnya. Dan kita harus mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Covey melihat pembangunan sebagai salah satu aspek yang paling penting untuk mampu mengatasi tantangan, dan untuk calon terhadap kemampuan tingkat yang lebih tinggi.
Pada tahun 2004 bukunya: "Kebiasaan ke-8: Dari Efektivitas untuk Keagungan", Covey memperkenalkan kebiasaan kedelapan tambahan:

   
8. Temukan suara Anda dan mengilhami orang lain untuk menemukan mereka. Berjuang menuju "kebesaran", berarti untuk bertindak dengan integritas sebagai individu dan untuk membantu orang lain untuk melakukan hal yang sama. Menurut Covey, kebiasaan ini merupakan 3 dimensi modelnya. Keagungan adalah tumpang tindih:

    
* Kebesaran pribadi. Menerapkan 7 kebiasaan dalam bentuk: visi, disiplin, gairah dan hati nurani.
    
* Kepemimpinan kebesaran. Menerapkan 4 peran kepemimpinan, yang memodelkan 7 kebiasaan:
          
o Path menemukan. Membuat cetak biru itu.
          
o Menyelaraskan. Menciptakan sistem kerja teknis elegan.
          
o Memberdayakan. Melepaskan bakat, energi, dan kontribusi orang.
          
o Pemodelan. Untuk membangun kepercayaan dengan orang lain. Inti dari kepemimpinan yang efektif.
    
* Kebesaran Organisasi. Ini kebesaran berubah menjadi visi, misi dan nilai-nilai. Hal ini membawa kejelasan, komitmen, penerjemahan, sinergi, dan memungkinkan akuntabilitas.

The Seven Habits (model of management and leadership)

The Seven Habits model of management and leadership guru Stephen Covey is a theory that is applicable to our personal life, our social life and our working life. However the Seven Habits framework is highly applicable for leaders and managers. According to Covey, our paradigms affect how we interact with others, which in turn affects how they interact with us. Therefore Covey argues that any effective self-help program must begin with an "inside-out" approach, rather than looking towards our problems as "being out there" (an outside-in approach). We must start with examining our own character, paradigms, and motives.
The Seven Habits of Covey

1. Be proactive. This is the ability to control one's environment, rather than the opposite, as is so often the case. Managers need to control their own environment, by using self-determination and the ability to respond to various circumstances.
2. Begin with the end in mind. This means that the manager must be able to see the desired outcome, and to concentrate on activities which help to achieve that end.
3. Put first things first. A manager must manage his own person. Personally. And managers should implement activities which aim to achieve the second habit. Covey says that habit 2. is the first, or mental creation; habit 3 is the second, or physical creation.
4. Think win-win. This is the most important aspect of interpersonal leadership, because most achievements are based on shared effort. Therefore the aim needs to be win-win solutions for all.
5. Seek first to understand and then to be understood. By developing and maintaining positive relationships through good communications, the manager is understood by others, and he can understand the subordinates.
6. Synergize. This is the habit of creative cooperation: the principle that collaborating towards attaining a purpose often achieves more, than could be achieved by individuals working independently.
7. Sharpen the saw. We should learn from our previous experiences. And we should encourage others to do the same. Covey sees development as one of the most important aspects for being able to cope with challenges, and for aspiring towards higher levels of ability.

In his 2004 book: "The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness", Covey introduces an additional eighth habit:

8. Find your voice and inspire others to find theirs. Striving towards "greatness", means to act with integrity as an individual and to help others to do the same. According to Covey, this habit represents the 3rd dimension of his model. Greatness is the overlap of:

* Personal greatness. Applying the 7 habits in the forms of: vision, discipline, passion and conscience.
* Leadership greatness. Applying the 4 roles of leadership, which are modeling the 7 habits:
o Path finding. Creating the blueprint.
o Aligning. Creating a technically elegant system of work.
o Empowering. Releasing the talent, energy, and contribution of people.
o Modeling. To build trust with others. The heart of effective leadership.
* Organizational greatness. This is greatness turned into a vision, mission and values. This brings clarity, commitment, translation, synergy, and enables accountability.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...